daun gugur
Kamis, 29 Mei 2014
Sabtu, 03 Mei 2014
MAKALAH SIKLUS BIOGEOKIMIA TANAH RAWA GAMBUT SIKLUS BIOGEOKIMIA TANAH RAWA GAMBUT
MAKALAH SIKLUS
BIOGEOKIMIA TANAH RAWA GAMBUT
SIKLUS BIOGEOKIMIA
TANAH RAWA GAMBUT
BAB I
A.
Pengertian Siklus Biogeokimia
Materi
yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumi. Materi yang berupa unsur-unsur
terdapat dalam senyawa kimia yang merupakan Materi dasar makhluk hidup dan tak
hidup. Siklus biogeokimia atau siklus organic anorganik adalah siklus unsur atau
senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke
komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme,
tetapi jugs melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga
disebut siklus biogeokimia. Siklus-siklus tersebut antara lain: siklus air,
siklus oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus sulfur.
B.
Fungsi Siklus Biogeokimia
Fungsi
Daur Biogeokimia adalah sebagai siklus materi yangmengembalikan semua
unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semuayang ada di bumi baik komponen
biotik maupun komponen abiotik,sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat
terjaga.
C.
Jenis-jenis daur biogeokimia
1.
Siklus Nitrogen
Atmosfer
mengandung lebih kurang 80% atom nitrogen dalam bentuk gas nitrogen (N2).
Di dalam organisme, nitrogen ditemukan dalam semua asam amino yang
merupakan penyusun protein. Bagi tumbuhan, nitrogen tersedia dalam bentuk
amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-)
yang masuk ke dalam tanah melalui air hujan dan pengendapan debu-debu
halus atau butiran lainnya. Beberapa tumbuhan, seperti seperti
Bromeliaceae epifit yang ditemukan di hutan hujan tropis, memiliki akar
udara yang dapat mengambil NH4+ dan NO3- secaralangsung
dari atmosfer.
Jalur
lain penambahan nitrogen dalam ekosistem adalah melalui fiksasi nitrogen
(nitrogen fixation). Fiksasi nitrogen merupakan proses perubahan gas
nitrogen (N2) menjadi mineral yang digunakan untuk mensintesis
senyawa organik seperti asam amino. Nitrogen difiksasi oleh bakteri
Rhizobium, Azotobacter, dan Clostridium yang hidup bebas dalam tanah.
Selain dari sumber alami, sekarang ini fiksasi nitrogen dibuat secara
industri yang digunakan sebagai pupuk. Pupuk bernitrogen ini memberikan
sumbangan utama dalam siklus nitrogen di suatu ekosistem akibat kegiatan
pertanian.
Meskipun
tumbuhan dapat menggunakan amonium secara langsung, tetapi sebagian besar
amonium dalam tanah digunakan oleh bakteri aerob tertentu sebagai sumber
energi. Aktivitas ini mengubah amonium menjadi nitrat (NO3-)
kemudian menjadi nitrit (NO2-). Proses ini disebut
nitrifikasi. Nitrat yang dibebaskan bakteri ini kemudian diubah oleh
tumbuhan menjadi bentuk organik, seperti asam amino dan protein. Beberapa
hewan akan mengasimilasi nitrogen organik dengan cara memakan tumbuhan
atau hewan lain. Pada kondisi tanpa oksigen (anaerob), beberapa bakteri
dapat memperoleh oksigen untuk metabolisme dari senyawa nitrat. Proses ini
disebut denitrifikasi. Akibat proses ini, beberapa nitrat diubah
menjadi N2 yang kembali ke atmosfer. Perombakan dan
penguraian nitrogen organik kembali menjadi amonium yang disebut amonifi
kasi dilakukan oleh bakteri dan jamur pengurai. Proses-proses tersebut
akan mendaur ulang sejumlah besar nitrogen di dalam tanah.
2.
Siklus Fosfor
Keberadaan
fosfor pada organisme hidup sangat kecil, tetapi peranannya sangat
diperlukan. Atom fosfor hanya ditemukan dalam bentuk senyawa fosfat (PO43-).
Fosfat diserap oleh tumbuhan dan digunakan untuk sintesis organik. Fosfor
banyak dikandung oleh asam nukleat, yaitu bahan yang menyimpan dan
mentranslasikan sandi genetik. Atom fosfor juga merupakan dasar bagi ATP
(Adenosine Tri Phospat) berenergi tinggi yang digunakan untuk respirasi
seluler dan fotosintesis. Selain itu merupakan salah satu mineral penyusun
tulang dan gigi.
Fosfor
merupakan komponen yang sangat langka dalam organisme tak hidup.
Produktivitas ekosistem darat dapat ditingkatkan jika fosfor dalam tanah
ditingkatkan. Peristiwa pelapukan batuan oleh fosfat akan menambah
kandungan fosfat di dalam tanah. Contohnya adalah akibat hujan asam.
Setelah produsen menggabungkan fosfor ke dalam bentuk biologis, fosfor
dipindahkan ke konsumen dalam bentuk organik. Setelah itu, fosfor
ditambahkan kembali ke tanah melalui ekskresi fosfat oleh hewan dan bekteri
penguarai detritus.
Humus
dan partikel tanah mengikat fosfat sedemikian rupa, sehingga siklus fosfor
terlokalisir dalam ekosistem. Namun, fosfor dapat dengan mudah terbawa
aliran air yang pada akhirnya terkumpul di laut. Erosi yang terjadi akan
mempercepat pengurasan fosfat di samping pelapukan batuan yang sejalan
dengan hilangnya fosfat.
Fosfat
yang berada di lautan secara perlahan terkumpul dalam endapan yang
kemudian tergabung dalam batuan. Ketika permukaan air laut mengalami
penurunan atau dasar laut mengalami kenaikan, batuan yang mengandung
fosfor ini menjadi bagian dari ekosistem darat. Dengan demikian, fosfat
mengalami siklus di antara tanah, tumbuhan, dan konsumen dalam waktu
tertentu.
3.
Siklus karbon dan oksigen
Di
atmosfer terdapat kandungan COZ sebanyak 0.03%. Sumber-sumber COZ di udara
berasal dari respirasi manusia dan hewan, erupsi vulkanik, pembakaran batubara,
dan asap pabrik. Karbon dioksida di udara dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk
berfotosintesis dan menghasilkan oksigen yang nantinya akan digunakan oleh
manusia dan hewan untuk berespirasi. Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam waktu
yang lama akan membentuk batubara di dalam tanah. Batubara akan dimanfaatkan
lagi sebagai bahan bakar yang juga menambah kadar C02 di udara. Di ekosistem
air, pertukaran C02 dengan atmosfer berjalan secara tidak langsung. Karbon
dioksida berikatan dengan air membentuk asam karbonat yang akan terurai menjadi
ion bikarbonat. Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang memproduksi
makanan untuk diri mereka sendiri dan organisme heterotrof lain. Sebaliknya,
saat organisme air berespirasi, COz yang mereka keluarkan menjadi bikarbonat.
Jumlah bikarbonat dalam air adalah seimbang dengan jumlah C02 di air.
4. Siklus
hidrologi
Siklus
hidrologi adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas, dan padat baik proses
di atmosfir, tanah dan badan-badan air yang tidak terputus melalui proses
kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh
sinar mataharibmerupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan
secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam
bentuk air, es, atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi
dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian
diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah,
siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
a.
Evaporasi
/ transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb.
kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan.
Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang
selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
b. Infiltrasi
/ Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celahcelah dan
pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat
aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah
permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
c.
Air
Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan
danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran
permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada
daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama
yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa),
dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai
dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam
komponenkomponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai
(DAS).Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah
wujud dan tempatnya.
BAB
III
A.
Kesimpulan
Ekologi
biasanya didefinisikan sebagai ilmu tentang interaksi antara organisme –
organisme dan lingkungannya. Berbagai ekosistem dihubungkan satu sama lain oleh
proses-proses biologi, kimia, fisika. Masukan dan buangan energi, gas, bahan
kimia anorganik dan organik dapat melewati batasan ekosistem melalui perantara
faktor meteorologi seperti angin dan presipitasi, faktor geologi seperti air
mengalir dan daya tarik dan faktor biologi seperti gerakan hewan. Jadi,
keseluruhan bumi itu sendiri adalah ekosistem, dimana tidak ada bagian yang
terisolir dari yang lain. Ekosistem keseluruhannya biasanya disebut biosfer.
Biosfer terdiri dari semua organisme hidup dan lingkungan biosfer membentuk “shell” (kulit), relatif tipis di sekeliling bumi, berjarak hanya beberapa mil di atas dan di bawah permukaan air laut. Kecuali energi, biosfir sudah bisa mencukupi dirinya sendiri, semua persyaratan hidup yang lain seperti air, oksigen, dan hara dipenuhi oleh pemakaian dan daur ulang bahan yang telah ada dalam sistem tersebut.
Biosfer terdiri dari semua organisme hidup dan lingkungan biosfer membentuk “shell” (kulit), relatif tipis di sekeliling bumi, berjarak hanya beberapa mil di atas dan di bawah permukaan air laut. Kecuali energi, biosfir sudah bisa mencukupi dirinya sendiri, semua persyaratan hidup yang lain seperti air, oksigen, dan hara dipenuhi oleh pemakaian dan daur ulang bahan yang telah ada dalam sistem tersebut.
B.
Saran
Namun
demikian ada suatu kecenderungan sejumlah elemen beredar secara terus menerus
dalam ekosistem dan menciptakan suatu siklus internal. Siklus ini dikenal
sebagai siklus biogeokimia karena prosesnya menyangkut perpindahan komponen
bukan jasad (geo), ke komponen jasad (bio) dan kebalikannya. Siklus biogeokimia
pada akhirnya cenderung mempunyai mekanisme umpan-balik yang dapat mengatur
sendiri (self regulating) yang menjaga siklus itu dalam keseimbangan.
DAFTAR PUSTAKA
10.
http://www.fire.uni-freiburg.de/GlobalNetworks/PeatlandFireNetwork/Sumatera-
peatland-fire-proc-Part-4.pdf
13.
http://semutlewat.blogspot.com/2012/12/makalah-daur-biogeokimia_3265.html
18.
http://elfisuir.blogspot.com/2010/06/tanah-hutan-rawa-gambut-propinsi-riau.html
KLIMATOLOGIS
KLIMATOLOGIS
BAB I
Lahan
gambut berperan penting bagi kesejahteraan manusia sebagai Penghasil ikan,
hasil hutan non kayu, “carbon – sink”, sebagai penahan banjir, pemasok air,
berbagai proses biokimia yang berhubungan dengan air, mengandung plasma nutfah
yang bermanfaat (sumber karbohidrat, protein, minyak dan antibiotik).
Pengembangan lahan gambut untuk pertanian telah dimulai sejak kolonial.
Masyarakat Bugis, Banjar, Cina, Melayu telah mampu mengembangkan pertanian
secara berkelanjutan dengan teknik sederhana dengan skala kecil.
Pengembangan
lahan gambut dengan skala besar dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1970 an
yang dikaitkan dengan program transmigrasi. Pemanfaatan lahan gambut dapat
dijadikan lahan alternatif untuk pengembangan pertanian, meskipun perlu
pengelolaan yang tepat, dukungan kelembagaan yang baik dan profesional serta
pemantauan secara terus menerus. Potensi lahan gambut di Indonesia cukup luas
diperkirakan antara 17,4 – 20 juta hektar yang tersebardi wilayah Pulau
Kalimantan, Sumatera dan sebagian di Papua. Pemanfaatan lahan gambut untuk
pertanian dimaksudkan menghilangkan kelebihan air permukaan dan air dibawah
permukaan serta mengendalikan muka air tanah.
Pemanfaatan
lahan gambut untuk pertanian melalui reklamasi dari hutan rawa gambut (peat
swamp forest) mengakibatkan perubahan ekosistem alami (gambut sebagai
restorasi dan konservasi air) menjadi ekosistem lahan pertanian mempunyai
konsekuensi perubahan sifat bawaan (inherent) seperti biofisk dan kimia
gambut dan lingkungan. Banyak dan beragam kendala yang dihadapi dalam
pengembangan lahan rawa ini baik teknis, sosial, ekonomi maupun budaya.
Masalah teknis utama termasuk adalah pengelolaan lahan dan air.
BAB II
A.
Karakteristik Lahan Gambut
Bahan
induk pembentuk tanah adalah bahan organik hasil akumulasi bagian – bagian
tanaman hutan hujan tropika. Gambut tropika mumnya berukuran kasar sekasar
batang, dahan dan ranting tumbuhan, sehubungan hal itu maka penetapan
karakteristikgambut dengan metode konvensonal menjadi bias. Tanah gambut
umumnya terbentuk karena kondisi jenuh air atau karena temperatur yang rendah,
sehingga proses dekomposisi berlangsung nisbi lambat dibanding proses
akumulasi. Tanah ganbut terbentuk dari endapan bahan organik sedenter
(pengendapan setempat) yang berasal dari sisa jaringan tumbuhan yang menumbuhi
dataran rawa dengan ketebalan bervariasi, tergantung keadaan topografi/tanah
mineral di bawahnya. Bahan dasar penyusun tanah gambut didominasi oleh lignin
dengan lingkungan yang kahat oksigen, sehingga proses dekomposisi bahan organiknya
lambat. Sifat fisika tanah gambut, khususnya hidrolikanya ditentukan oleh
tingkat pelapukan bahan organiknya. Pengelompokan tanah gambut berdasarkan
tingkat dekompoisi bahan organik dan berat volume menghasilkan tiga macam tanah
gambut,yakni fibrik, hemik, dan saprik. Pengendalian drainase lahan
gambut, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya oksidasi gambut sehingga dapat
menurunkan dekomposisi gambut. Hal ini dapat dimungkinkan dengan penggenangan,
menghindari pengusikan (distrubance) dan mengatur tinggi permukaan air
tanah (ground water level) di daerah rhizosfer. Drainase gambut harus
didekati dengan perspektif total pengelolaan air yaitu dengan meminimalisir “stress”
lengas tanah.
B.
Iklim Hutan Rawa Gambut
Iklim adalah sintesis hasil pengamatan cuaca untuk memperoleh deskripsi secara
statistik mengenai keadaan atmosfier pada daerah yang sangat luas (Barry, 1981
dalam Wenger, 1984).
Menurut Soerianegara dan Indrawan (1984) iklim makro adalah iklim yang nilai-nilainya
berlaku untuk daerah yang luas, sedangkan iklim mikro hanya berlaku untuk
tempat atau ruang yang terbatas. Dikemukakan lebih lanjut bahwa iklim makro
dipergunakan untuk menentapkan tipe iklim, zona iklim, zona vegetasi dan
sebagainya, sedangkan iklim mikro berhubungan dengan habitat atau lingkungan
mikro.
Menurut
Kramer dan Kozlowski (1960) dalam Idris (1996), faktor-faktor iklim yang
penting bagi hidup dari pertumbuhan individu dan masyarakat tumbuh-tumbuhan
adalah cahaya, suhu, curah hujan, kelembaban udara, gas udara dan
angin. Menurut de Rozari (1987)
suhu udara di dekat permukaan mempunyai arti penting bagi kehidupan oleh karena
selain kebanyakan bentuk kehidupan terdapat di permukaan, juga ada kaitan erat
antara beberapa proses kehidupan dengan suhu.
C.
Suhu dan Kelembaban Hutan Rawa Gambut
Dari
segi biologi, profil suhu udara penting untuk diketahui karena adanya perbedaan
yang tajam antara suhu permukaan dengan udara di atasnya, menyebabkan sebagaian
organisme hidup berada seketika pada dua rejim suhu yang sangat berlainan.
Sebuah kecambah yang baru muncul, memperoleh cekaman bahang luar biasa
dibandingkan dengan cekaman yang akan dialaminya kemudian.
Dalam
sebuah hutan, suhu udara maksimum biasanya lebih rendah dan suhu minimum lebih
tinggi daripada di daerah yang terbuka. Selama siang hari, daun-daun dalam
tajuk menghalang-halangi masuknya radiasi matahari ke lantai hutan. Suhu di
dalam tajuk dipertahankan melalui transpirasi dari daun-daun. Pengaruh ini
mencegah suhu pada siang hari meningkat secara cepat; dengan demikian ruangan
di bawah tajuk lebih dingin daripada daerah terbuka selama siang hari.
Suhu tanah yang sangat mempengaruhi aktivitas biotis awal dan pertumbuhan pohon
paling sedikit tergantung kepada tiga faktor, yaitu (1) jumlah bersih panas
yang diadsorbsi, (2) energi panas yang diperlukan yang membawa perubahan pada
suhu tanah dan (3) energi panas yang dibutuhkan untuk perubahan lain.
Kelembaban relatif hutan gambut cukup tinggi pada musim hujan, yakni berkisar
90 % - 96 %, baik dalam hutan alami maupun hutan gundul atau lahan kosong. Pada
musim kemarau, kelembaban menurun menjadi 80 %, dan pada bulan-bulan kering
berkisar 0 % - 84 % Pada siang hari di muism kemarau, kelembaban dapat mencapai
67 % - 69 %. Tetapi pada pai hari, kelembaban pada musim kemarau lebih tinggi
daripada musim hujan, yaitu dapat mencapai 90 % - 96%(Rieley,etal.,1996).
B. Pengolahan
Lahan Gambut Untuk Pengembangan Pertanian
1.
Pengelolaan lahan
gambut tradisional untuk tanaman padi
2.
Di dalam sistem handil,
parit utama dibuat kurang lebih tegak lurus badan sungai, ukuran parit utama
lebar 2 m dalam 1 – 2 m), Setiap sekitar 200 m dibuat parit parit sekunder
tegak lurus parit utama. Pada parit utama sebelum di persimpangan parit sekunder
dibuat tabat untuk mengatur air. Di hulu parit utama selalu disisakan parit
utama sebagai tandon (”reservoir”) air untuk menggelontor air masam dan
kemudian mengairi lahan untuk tanaman padi lokal yang olah tanahnya
dilaksanakan secara tradisional. Dengan sistem ini pertanian padi dapat lestari
(sustainable) sampai saat ini dengan tingkat produktivitas antara 2,0 –
2,5 t/ha tiap tahun.
3.
Pengelolaan lahan
gambut tradisional untuk tanaman kelapa
4.
Parit dibuat ukuran
minimal, pengaturan air dibuat dengan menerapkan sistem tabat, produktivitas
tanaman kelapa dapat kontinu sampai saat ini.
5.
Pengelolaan lahan
gambut untuk tanaman perkebunan kelapa
6.
Pengelolaan lahan
gambut dalam satu ekosistem pulau. Sistem drainase dikendalikan dengan baik
untuk menjaga muka air dalam tanah disesuaikan dengan ruang perakaran yang
diperlukan oleh tanaman. Produksi kelapa dapat menopang industri perkebunan.
7.
Pengelolaan lahan
gambut tradisional untuk tanaman sagu
8.
Parit dibuat ukuran
kecil dan pengaturan air dibuat dengan menerapkan sistem tabat, produktivitas
tanaman sagu dapat dikelola dalam skala industri.
9.
Pengelolaan lahan
gambut untuk hutan tanaman industri
Pengembangan
hutan tanaman industri (HTI) tanaman Acasia mangium dan Acasia
crasicarpa di kaki kubah gambut. Parit (saluran) primer cukup besar lebar
antara 8 – 10 meter karena selain untuk drainase juga untuk transportasi
(navigasi), namun permukaanair dijaga ketat. Saluran sekunder (lebar 2 – 3
meter) dan saluran tertier (1 – 2 meter) cukup kecil untuk mengendalikan permukaan
air tanah. Perkebunan ini telah memasok pabrik pulp.
D.
Pengelolaan Air Pada Tanah Gambut
Pengelolaan
air pada lahan gambut pada prinsipnya adalah pengaturan kelebihan air sesuai
dengan kebutuhan tanaman yang dibudidayakan.Tanah gambut mempunyai kemampuan
menyimpan air yang besar dan tergantung tingkat kematangan gambut. Salah satu
sistem yang diterapkan untuk pengelolaan air di lahan gambut adalah sistem
drainase terkendali. Pada dasarnya sistem ini untuk mengatus air secara
terkendali mulai dari tanggul dipasang bangunan pengendali (kontrol) agar dasar
saluran relatif datar dan bangunan pengandali kedua sebelum air dari air keluar
dari lahan menuju ke sungai dengan maksud untuk mengendalikan elevasi muka air
relatif. Bila aliran air keluar tidak akan drastis sehingga dapat mengendalikan
”overdrained” dan mencegah kekeringan yang akhirnya mempertahankan kondisi
lahan tetap terpenuhi keperluan airnya.
Ukuran
bangunan pengendali terutama lebar saluran tergantung komoditas yang
diusahakan, untuk tanaman padi memerlukan kondisi lahan tetap tergenang
sehingga relatif sempit agar aliran muka air relatif terkendali, dan untuk
tanaman perkebunan yang memerlukan kedalaman muka air tanah relatif dalam
sehingga perlu dikendalikan sesuai dengan kedalaman zona perakarannya.
Pengelolaan air diperlukan karena:
a. kondisi
alami dan restorasi terutama kegiatan koservasi air .
b. pengelolaan
air diperlukan untuk menghilangkan kelebihan air permukaan
(drainase) dan air dibawah permukaan terutama untuk pertanian.
c. pengecegahan
kebakaran dan pertanian : yaitu pengendalian muka air tanah
E.
Fungsi dan Manfaat Ekosistem Gambut
Fungsi
dan manfaat ekosistem gambut mengacu pada kegunaan, baik langsung maupun tidak
langsung bagi masyarakat. Beberapa fungsi dan manfaat dapat diringkas pada
Tabel
1.
Fungsi
Hutan Rawa Gambut Tropis
|
Manfaat
dan Penggunaan
|
Pengaturan
banjir dan arus larian
|
Mitigasi
banjir dan kekeringan di wilayah hilir. Gambut memiliki porositas yang tinggi
sehingga mempunyai daya serap air yang sangat besar. Menurut jenisnya, gambut
saprik, hemik, dan fibrik dapat menampung air berturut-turut sebesar 451%
(empat ratus lima puluh satu per seratus), 450-850% (empat ratus lima puluh
hingga delapan ratus lima puluh per seratus), dan lebih dari 850% (delapan
ratus lima puluh per seratus) dari bobot keringnya atau hingga 90% (sembilan puluh
per seratus) dari volumenya.
Karena
sifatnya itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penambat (reservoir)
air tawar yang cukup besar sehingga dapat menahan banjir saat musim hujan dan
sebaliknya melepaskan air tersebut pada musim kemarau.
|
Pencegahan
instrusi air laut
|
Kegiatan
pertanian di wilayah pasang surut akan memperoleh manfaat besar dari
keberadaan rawa gambut di wilayah hulu, sebagai sumber air tawar untuk
irigasi dan memasok air tawar secara terus menerus guna menghindari atau
mitigasi intrusi air asin.
|
Pasokan
air
|
Di
beberapa wilayah pedesaan pesisir, rawa gambut bisa jadi merupakan sumber air
yang dapat digunakan untuk keperluan minum dan irigasi untuk beberapa bulan
selama setahun.
|
Stabilisasi iklim
|
|
Penyimpanan
karbon
|
Nilai
keanekaragaman hayati yang dapat ditangkap diperkirakan sebesar US $ 3 (tiga)
per hektar per tahun, tidak termasuk nilai intrinsik jenis, potensi ekowisata
serta bahan-bahan farmasi yang dapat dipasarkan secara internasional (Tacconi
2003). Hutan rawa gambut di asia tenggara semakin menunjukkan peran
pentingnya sebagai bank gen, terutama karena semakin menyusutnya peran hutan
dataran rendah akibat kegiatan pembalakan dan konversi lahan. Bagi berbagai
jenis satwa, lahan gambut menyediakan habitat yang sangat penting, khususnya
pada wilayah yang bersambung dengan air tawar dan hutan bakau.
|
habitat
hidup liar
|
Meskipun
tidak sebanyak di ekosistem hutan tropis, ekosistem lahan gambut menyediakan
habitat penting yang unik bagi berbagai jenis satwa dan tumbuhan, beberapa
diantaranya hanya terbatas pada ekosistem gambut. Di Taman Nasional Berbak
Jambi tercatat sekitar 250 (dua ratus lima puluh) jenis burung termasuk 22
(dua puluh dua) jenis burung bermigrasi.
Sungai
berair hitam juga memiliki tingkat endemisme ikan yang sangat tinggi. Di
samping itu, lahan gambut juga merupakan habitat ikan air tawar yang
merupakan komoditas dengan nilai ekonomi tinggi dan penting untuk
dikembangkan, baik sebagai ikan konsumsi maupun sebagai ikan ornamental.
Beberapa jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, termasuk gabus (chana
striata), toman (channa micropeltes), jelawat, dan tapah (wallago leeri).
Sementara
itu, beberapa jenis satwa telah termasuk dalam kategori langka dan terancam
punah serta memiliki nilai ekologis yang luar biasa dan tidak tergantikan,
sehingga sangat sulit untuk dikuantifikasi secara finansial. Beberapa jenis
tersebut diantaranya adalah harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu
(helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan
(pongo pymaeus). Seluruh jenis tersebut dilindungi berdasarkan peraturan
perlindungan di Indonesia serta masuk dalam appendix I CITES dan IUCN Red
List dalam katagori endanger species.
|
Habitat
tumbuhan
|
Tidak
kurang dari 300 (tiga ratus) jenis tumbuhan telah tercatat di hutan rawa
gambut Sumatera. Di Taman Nasional Berbak Jambi, misalnya kawasan ini
merupakan pelabuhan bagi keanekaragaman genetis dan ekologis dataran rendah
pesisir di Sumatera. Sejauh ini telah tercatat tidak kurang dari 260 (dua
ratus enam puluh) jenis tumbuhan (termasuk 150 jenis pohon dan 23 jenis
palem), sejauh ini merupakan jumlah jenis terbanyak yang pernah diketahui
|
Bentang
alam
|
Hutan
rawa gambut menempati kawasan yang khusus pada bentang alam dataran rendah,
membentuk mosaik ekologi yang tersusun dari tipe vegetasi khas pada hutan
bakau, diantara hamparan pantai tua, pinggiran sungai serta pertemuan dengan
hutan rawa air tawar
|
Alam
liar
|
Hutan
rawa gambut memiliki nilai alam liar yang luar biasa, jauh dari keramaian dan
hiruk pikuk perkotaan. Hal ini merupakan modal yang sangat berharga untuk
pengembangan pariwisata alam.
|
Sumber
hasil alam
|
Rawa
gambut menyediakan sumber alam yang luar biasa, termasuk berbagai jenis
tumbuhan kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti ramin (gonystylus
bancanus), jelutung (dyera costulata) dan meranti (shorea spp).
Beberapa
studi sosial-ekonomi menunjukkan bahwa ketergantungan masyarakat sekitar
terhadap hutan rawa gambut dapat mencapai hingga 80% (delapan puluh per
seratus) dan ini lebih tinggi dari ketergantungan mereka terhadap usaha
pertanian.
|
F.
Ancaman Terhadap Ekosistem Gambut
Selama
lebih dari 30 (tiga puluh) tahun terakhir ini, hutan rawa gambut telah
mengalami pembalakan, pengeringan, dan perusakan dahsyat akibat adanya berbagai
kegiatan yang terkait dengan kehutanan, pertanian, dan perkebunan. Kegiatan
pembalakan baik resmi maupun tidak resmi seringkali melibatkan pengeringan
gambut selama proses ekstraksinya.
Pada
kondisi alaminya yang basah, lahan gambut sebenarnya tidak mungkin untuk
mengalami kebakaran besar. Pada kenyataannya, karena telah banyak mengalami
kekeringan akibat drainase diantaranya untuk perkebunan maupun pengeluaran
kayu, kebakaran kemudian menjadi fenomena umum di lahan gambut. Berbagai
kegiatan seperti pembukaan dan persiapan lahan pertanian, perkebunan, pemukiman,
penebangan yang tidak terkendali, pembangunan saluran irigasi/parit/kanal untuk
perkebunan dan pengeluaran kayu tebangan serta transportasi menyebabkan
kerusakan lahan gambut. Kerusakan yang terjadi tidak hanya menyebabkan
kerusakan fisik (subsiden terbakar dan berkurangnya luasan gambut), tetapi juga
menyebabkan hilangnya fungsi ekosistem dan ekologis gambut.
Langganan:
Postingan (Atom)